Lengkap! Ini Dia Bupati Madiun dari Masa ke Masa
Madiun merupakan daerah di Jawa Timur yang mempunyai strukur pemerintahan Kota & Kabupaten, untuk Kabupaten Madiun dipimpin oleh seorang Bupati.
Pendopo Lama Pemerintah Kabupaten Madiun (Tomy/Madiunpedia) |
Madiun merupakan daerah di Jawa Timur yang mempunyai strukur pemerintahan Kota dan Kabupaten, untuk saat ini pada tahun 2020 daerah Kota Madiun dipimpin oleh Bapak Maidi selaku walikota dan Bu Indaraya selaku wakil walikota sedangkan di Kabupaten Madiun dipimpin oleh Bapak Ahmad Dawami dan Bapak Hari Wuryanto sebagai wakil bupati
Bupati merupakan pejabat pemerintah yang memimpin di daerah kabupaten yang dipilih setiap 5 tahun sekali dengan hak bisa menjabat selama 2 periode, Kabupaten Madiun memiliki sejarah yang panjang pada era kerajaan Majapahit - Kediri - Demak - Pajang - Mataram (Kertasura) - Kolonial sampai sekarang di Madiun sendiri juga memiliki kerajaaan yang bernama Gelang-gelang yang berada di wilyah Ngurawan (sekitar desa Ngurawan, kecamatan Dolopo Madiun) merupakan kerajaan kecil yang masyarakatnya banyak menganut agama Hindu Syiwa. Bukti dari keberadaan kerajaan, banyak ditemukan artefak yaitu umpak batu, arca, yoni, fragmen, lumpang batu dan situs-situs yang lainnya
Ini dia Bupati Madiun dari Masa ke Masa
1. Pangeran Timur (1568 - 1586)
Pemerintahan Madiun pada masa kerajaan Demak yang memimpin adalah Adipati Gugur salah satu putra dari Brawijaya V yang memiliki seorang putri Raden Ayu Retno Lembah yang dinikahken dengan Surya Pati Unus yang merupakan putra mahkota dari Kesultanan Demak dan menunjuk Kyai Reksagati yang memimpin sekaligus meneruskan penyebaran islam di Madiun, Pangeran Timur merupakan putra bungsu dari Sultan Trenggana (raja Demak terakhir) ketika Sultan Trenggana meninggal ia dibawa ke Pajang dan diasuh oleh Mas Karebet (Joko Tingkir) merupakan menantu dari Sultan Trenggana, dikenal dengan sebutan Ronggo Jumeno atau Ronggo Mediun dan Panembahan Emas ing Madiun yang pada saat itu diangkap menjadi Adipati di Purabaya (Bupati Madiun)
Pangeran Timur yang waktu itu menikah dengan putri Pangeran Sabrang Kulon dari Demak dikaruniai 24 orang anak dan hanya beberapa yang bisa teridentifikasi yaitu : Raden Ayu Semi, Raden Ayu Panggulu, Pangeran Kanoman, Raden Ayu Pasangi, Raden Mas Lontang Hirawan, Raden Ayu Retno Djumilah, Raden Mas Tangsang Hirawan, Raden Mangkurat Wiryawan, Raden Arya Sememi, Raden Arya Sumantri, Raden Ayu Pamegatan, Panembahan Hawuryan dan Raden Arya Kanoman.
2. Raden Ayu Retno Djumilah (1586 - 1590)
Putri dari Pangeran Timur yang termasuk pemimpin perempuan yang tangguh dan menjadi salah satu ikon pahlawan Madiun, banyak hikayat dan babad yang menceritakan R.A Retno Djumilah mulai dari perlawanannya sampai kisah asmaranya, R.A Retno Djumilah seorang prajurit perempuan dan pemimpin perang yang mempunyai sifat lemah lembut dan mudah dirayu oleh Panempahan Senopati
R.A Retno Djumilah juga sebagai ikon dari Madiun dan ada tariannya yaitu 'Bedhaya Retno Djumilah' yang mengisahkan tentang kelembutan, kecantikan sekaligus sifat keperwiraannya dalam peperangan, dari sumber Sejarah Kabupaten Madiun yang disusun oleh Arief Soekowino dan Koesdim Herukoentjoro menjelaskan penempatan R.A Retno Djumilah sebagai Bupati Madiun ke-2 didasarkan adanya mandat dari Panembahan Rama yang sebelumnya memimpin pasukan
3. Mas Rangsang (1590 - 1591)
(penguasa transisi yang menerima mandat dan bersifat sementara)
4. Mas Sumekar (1591 - 1595)
(penguasa transisi yang menerima mandat dan bersifat sementara)
banyak yang tidak diketahui dari Mas Rangsang dan Mas Sumekar, kemungkinan besar mereka hanya menerima mandat untuk memimpin
5. Mas Julig Pringgoloyo (1595 - 1601)
Dalam bukunya Padmasoesastro yang berjudul 'Sedjarah Pangiwo lan Panengen', Mas Julig merupakan putra pertama dari Panembahan Senopati dengan Retno Djumilah dan diangkat pada tahun 1595 padahal pernikahan Panembahan Senopati dengan Retno Djumilah terjadi pada tahun 1590 itu artinya ketika diangkat menjadi bupati usia Mas Julig Pringgoloyo adalah 4 tahun,Mas Julig hanya memerintah selama 5 tahun karena pada tahun 1601 Mas Julig digantikan oleh Mas Bagus Pethak
6. Mas Bagus Pethak (1601 - 1613)
Menggantikan Mas Julig Pringgoloyo pada tahun 1601 dalam Babad Tanah Jawi disebutkan putra dari kakak Panembahan Senopati, Pangeran Mangkubumi. Pada saat pengangkatannya usia Mas Bagus sekitar 10-11 tahun tetapi dalam buku sejarah terdapat kerancuan antara Mas Bagus Pethak dan Mas Bagus Jumina Pethak yang tak lain anak dari R.A Retno Djumilah yang ke-2 yang dilahirkan pada sekitar tahun 1592-1593. Dalam buku sejarah Kabupaten Madiun masih ada kerancuan antara anak dari Panembahan Mangkubumi atau Panembahan Senopati dengan Retno Djumilah jika itu diberikan kepada anak ke-2 berarti pada saat pengangkatan menjadi Bupati, Mas Bagus Jumina Pethak berusia sekiat 7-8 tahun yang mana akan digantikan oleh Raden Mas Kaniten Mertalaya yang dilahirkan pada tahun 1592.
Masih adanya kerancuan dari Mas Bagus Pethak atau Mas Bagus Jumina Pethak, dan Pangeran Juminah ini memiliki catatan banyak mengikuti pemberontakan melawan kolonial pada masa Sultan Agung sampai usia beliau 36 tahun mengikuti pemberontakan di Batavia yang sekarang ini menjadi Jakarta
7. Raden Mas Kaniten Mertalaya (1613 - 1645)
Menggantikan Mas Bagus Pethak, saat dilakukannya pengangkatan Raden Mas Kaniten Mertalaya berusia kurang lebih 20 tahun dan bergelar Tumenggung Mertalaya yang memerintah dengan periode 32 tahun. Selama hidupnya beliau melalui masa kerajaan sampai masa kolonial, Raden Mertalaya sebelum diangkat menjadi Bupati Madiun juga dipercaya oleh Sultan Agung untuk menumpas kerusuhan yang terjadi di Surabaya (1611) dan juga pada saat ekspedisi Lamongan (1612), semasa mudanya Raden Mertalaya sangat ahli dalam bergerilya perang dan memimpin pasukan, Raden Mertalaya wafat pada tahun 1645
8. Pangeran Balitar (1645 - 1677)
Sumber dari Padmosoesastro, Pangeran Balitar adalah putra dari Pangeran Juminah kakak kandung dari Tumenggung Mertalaya, pada masa Pangeran Balitar terjadi pemberontakan Trunojoyo dari Madura yang banyak mendapat dukungan dari berbagai masyarakat berawal dari konflik Mas Rahmat (putra Mahkota) dengan Amangkurat I dan sampainya kolonial ke kerajaan Mataram
9. Pangeran Balitar Tumapel (1677 - 1703)
Menggantikan Pangeran Balitar, pada masa Pangeran Tumapel banyak membantu menghambat pasukan VOC dalam melakukan pengejaran Surapati serta banyak panglima dari Madiun seperti Sindurejo dan Singoyudo yang ikut melawan tentara VOC (Pada waktu itu Belanda hanya melakukan kongsi dagang dan Imperialisme siasat kerajaan, belum memasuki fase penjajahan)
10. Raden Ayu Puger (1703 - 1704)
Pada masa R.A Puger banyak membantu perjuangan Suropati dalam melawan tentara VOC, baru setahun memerintah meletus perang suksesi jawa I (1704 - 1708) perang yang merebutkan tatah Mataram di Kertasura antara Amangkurat III dengan pamannya sendiri, Pangeran Puger pergi ke Semarang mencari bantuan kompeni dan akhirya mendapatkan bantuan kompeni dan dinobatkan menjadi raja Mataram dengan gelar Pakubuwana I.
R.A Puger yang saat itu memerintah Madiun mengikuti suaminya ke Kertasura dan digantikan oleh Pangeran Harya Balitar
11. Pangeran Harya Balitar (1704 - 1709)
Banyaknya korban jiwa dari peperangan Suropati dengan tentara VOC yang bersekutu dengan Kertasura, Pakubuwana I memerintahkan bupati Madiun untuk menghentikan perlawanannya tetapi sudah terlanjur banyak korban seperti Kyai Ronggo Pamegatan, Tumenggung Surobroto, dan Pangeran Mangkunegara dari Caruban. Pada tahun 1709 Pangeran Harya meninggal dan digantikan Tumenggung Surawijaya
12. Tumenggung Surawijaya (1709 - 1725)
Pada masa ini tidak begitu mengalami konflik politik yang menonjol dan Tumenggung Surawijaya bisa mengatasi permasalahan tanpa adanya peperangan dan hingga meninggal pada tahun 1725
13. Tumenggung Mangkudipura (1725 - 1755)
Kedudukan sebagai Bupati Wedana yang membawahi 14 Bang Wetan (Mataram Bagian Wetan/Timur), pada masa Tumenggung Mangkudipura terjadi perang suksesi jawa III yaitu perang yang merebutkan tahta Mataram antara Susuhunan Pakubuwono III yang didukung oleh VOC melawan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said (tahun 1749 - 1755).
Perjuangan Raden Mas Said bersama dengan Tumenggung Mangkudipura sedangkan Pangeran Mangkubumi bersama dengan Tumenggung Mertalaya.
Berdasarkan perjanjian Giyanti Madiun menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Yogyakarta
Dulu pemerintahan pada zaman Tumenggung Mangkudipura terletak di Kranggan, Desa Kranggan yang saat ini sudah berubah menjadi sawah dan perkampungan warga.
Tumenggung Mangkudipura dipindahkan ke Caruban oleh Sultan Hamengkubuwono I karena tidak berhasil menjalankan tugas menangkap bupati Sawo
14. Raden Ronggo Prawirosentiko (1755 - 1784)
Sebagai pengganti dari Tumenggung Mangkudipura dan ditunjuk langsung oleh Sultan Hamengkubuwono I dengan gelar Pangeran Ronggo Prawirodirjo I, pada masa kepemimpinannya pusat pemerintahan yang semula di Kranggan dipindahkan ke Wanasari terletak sebelah utara Kali Catur.
Struktu pemerintahan Madiun pada waktu itu
- Seorang bupati yang dibantu kerabat (sentana) sebagai penguasa tertinggi dan penerus kebijakan
- Dipemerintahan dibantu oleh Patih dan Mantri Besar yang membagi Mantri Kecil
- Ditingkat Desa juga dibagi seperti : Bekel (kepala desa), Carik (pelaksana jalannya pemerintahan desa), Kebayan (memberi perintah dan menarik pajak), Kepetengan (mengatur keamanan desa), Modin (mengurusi urusan keagamaan)
Raden Ronggo Prawirodirjo I wafat pada tahun 1784 dan dimakamkan di pemakaman Taman yang akan digantikan oleh putranya Raden Mangundirjo (Ronggo Prawirodirjo II)
15. Raden Mangundirjo (1784 - 1797)
Menggantikan ayahnya dan langsung ditunjuk oleh Sultan Hamengkubuwono I, beliau dikenal dengan sosok yang pemberani, cakap dan lincah. Dia diambil menantu oleh Sultan Hamengkubuwono I dan diberi gelar Raden Ronggo Prawirodirjo II
16. Raden Prawirodirjo III (1797 - 1810)
Merupakan Bupati yang berpengaruh pada masa Kasultanan Yogyakarta karena diambil menantu oleh Sultan Hamengkubuwono II dan pada masa kolonial Belanda Herman Willem Daendels di Jawa, banyak memiliki sepak terjang di bidang politik. Pada tanggal 20 november 1810 bupati Madiun memproklamasikan perang melawan Daendels dan mengirim surat kepada Bupati lainnya untuk mencari dukungannya dan beliau mendapat gelar Susuhunan Prabhu ing Alogo dan salah satu pemimpin yang mendukung perlawanan kepada penjajah dengan prinsip tunduk sepenuhnya pada Yogyakarta dan anti terhadap kolonialisme Belanda
17. Raden Dipokusumo (1810 - 1820)
Merupakan pengganti dari Raden Prawirodirjo III bebarengan dengan turunya tahta Sultan Hamengkubuwono II yang digantikan dengan ayahb Raden Dipokusumo yaitu Pangeran Adipati Anom (Sultan Hamengkubuwono III), pada tahun 1820 Raden Dipokusumo tidak aktif memerintah dikarenakan sakit dan selama kekosongan pemerintahan dibentuk badan perwakilan yang dijabat Patih Raden Tirtoprodjo
18. Raden Mas Tumenggung Harijo Notodinigrat (1820 - 1822)
Menggantikan kedudukan Bupati Madiun Dipokusumo dan hanya memerintah selama 2 tahun saja
19. Raden Ronggo
Prawirodiningrat (1822 - 1869)
Putra ke enam dari Ronggo Prawirodirjo III dengan Kanjeng Ratu Maduretno, pada
masa pemerintahannya meletus perang jawa (Perang Diponegoro) pada hari Rabu, 20
Juli 1825 masyarakat Madiun dan sekitarnya dari berbagai golongan mendukung
Pangeran Diponegoro dan banyak terjadi peperangan dengan Belanda.
Beliau merupakan saudara seayah lain ibu dengan Bagus Sentot yang kemudian
bernama Basyah Sentot Prawirodirdjo yang juga Panglima Perang Diponegoro
Posting Komentar