Wajah Muram Penegakan dan Moncong Putih Kesayangan
foto: nusantaranews.co |
Madiun dan Indonesia sama-sama sedang resah, kegundahan ini muncul sebab alasan yang nyaris sama. Gara-gara logo banteng dan kualitas penegak hukum yang astaghfirullah. Juni minggu kedua tahun 2023, jagad informasi nasional dihebohkan dengan sidang kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Fatia yang merupakan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Haris Azhar selaku Direktur Eksekutif Lokataru, dilaporkan dengan pasal pencemaran nama baik UU ITE.
Sidang 8 Juni yang menghadirkan Luhut sebagai saksi korban ini santer mengepung FYP tik-tok, wajah Luhut Binsar Panjaitan masif menghiasi beranda sosial media masyarakat Indonesia, sudah setara dengan Cipung Abubu. Keterangan yang disampaikan Luhut dalam persidangan ini adalah kelanjutan kasus dari vidio berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga ada” pada 2021 di kanal youtube Haris Azhar. Luhut menuding kedua aktivis ini telah mencemarkan nama baiknya lewat konten tersebut.
Persidangan kemarin nampak menggambarkan bagaimana kuasa jabatan mampu membiaskan majelis hakim. Banyak hal yang memperlihatkan bahwa majelis hakim patuh dengan kepentingan saksi, salah satu contohnya adalah ketidakhadiran Luhut dalam persidangan karena dalih menjalankan agenda negara ke luar negeri, majelis hakim nampak memaklumi alasan yang masih simpang siur ini tanpa menanyakan jauh lebih dalam, seakan-akan saksi memiliki kuasa untuk menentukan jadwal pemeriksaan, padahal hal yang demikian merupakan tugas majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum yang dalam hal ini menjadi representasi negara atau pengendali perkara juga terkesan membela kepentingan saksi sebagai pejabat tinggi. Banyak hal yang janggal dalam sidang ini, masih bercokolnya watak represif aparat keamanan, ketidakmampuan aparat dalam menegakkan hukum secara humanis, dan penghalangan kuasa hukum Haris-Fatia sebelum memasuki ruang sidang. Hasss, hal ini senada dengan Kajari Madiun yang dicopot karena terbukti positif narkoba, remok bos-bos!
Andi Irfan Syafrudin dicopot dari jabatan sebagai kajari Madiun, padahal beliau baru saja menjabat kurang lebih 4 bulan. Tes urine dadakan ini merupakan inisiatif Kejati Jatim usai kunjungan komisi III DPR RI di Kantor Kejati Jatim Surabaya, ketika hasil tes urine diserahkan, ada satu orang yang terlihat positif menggunakan narkoba (sabu). Orang itu adalah Kajari Madiun, sungguh sudah tidak bisa berword-word lebih panjang, hanya mampu merenung dan bergumam dalam hati “ndlogok jaran tenan!”
Disaat banyak instansi dan kementrian berupaya untuk memperbaiki citranya lewat media sosial, eh kejaksaan negeri satu ini malah memilih jalur lain, benar-benar sedikit lebih beda lebih tolol ketimbang sedikit lebih tolol. Ayolah, sudahi praktik ndlogok dan tidak masuk akal semacam ini, masyarakat sudah bosan dengan ketidakmampuan kalian, sudah terlalu banyak hiburan yang membuat kami tertawa, kalian kerja yang benar saja dan jangan ikut-ikutan menjadi objek tertawaan.
Moncong Putih Kesayangan.
30 tiang penerangan jalan umum yang duitnya dari APBD Kabupaten Madiun dipasangi logo banteng moncong putih, sebuah identitas visual partai politik yang berhasil membahagiakan dan membuat sebal kita semua. Kebahagiaan yang dihadirkan dan kesebalan yang PDIP tawarkan, sama-sama lahir dari hal aneh yang dilakukan kadernya, simpatisannya, dan pendukungnya. Mendekati tahun politik seperti ini, parpol memang sedang berada dalam puncak komedi, kita tertawakan saja cara-cara mereka untuk menarik simpati masyarakat.
Menyikapi pemberitaan yang santer dibicarakan publik, Ketua DPC PDIP Kabupaten Madiun sekaligus Ketua DPRD Kabupaten Madiun, Fery Sudarsono menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan instruksi untuk memasang logo banteng yang jadi lambang PDIP. Temuan logo banteng moncong putih ini sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu Kabupaten Madiun pasca menerima laporan dari Panwascam Mejayan.
Pengadaan tiang penerangan jalan umum diambil dari anggaran bantuan keuangan khusus APBD Kabupaten Madiun 2023. Pemasangan PJU merupakan usulan dari warga setempat melalui fraksi PDIP di DPRD Kabupaten Madiun. Setelah anggaran turun, dilakukanlah pemasangan tiang PJU dengan pengawasan dan keterlibatan kader PDIP. Dugaan sementara, logo tersebut dipasang oleh kader PDIP sebagai bentuk cinta kepada partai.
Tapi memang begitulah cinta, ia membutakan kita akan persoalan dunia, atas nama cinta dan pengabdian kepadaNya, semua hal nampak baik-baik saja untuk dijalankan. Cinta hadir sebagai dorongan, cinta juga hadir sebagai kekuatan, namun, cinta seringkali membuat kita buta, bahwa PJU yang dananya dari APBD, tidak layak dipasangi logo salah satu partai, sungguh itu keputusan yang ra masok dan tidak layak diulang.
Sebagai partai politik yang besar, parpol yang berwawasan kebangsaan, dan parpol yang mengedepankan nilai nasionalisme diatas segalanya. Sudah seharusnya fenomena semacam ini dihentikan, PDIP punya kapital yang unlimited untuk berkampanye dengan sehat, mencitrakan diri dengan cara yang normal, menarik hati masyarakat dengan upaya yang wajar. Jangan berlebihan PDIP-ku, anda sudah mapan di kursi kekuasaan, ibu sudah bekerja keras agar marwah parpol tetap setia pada jalannya, kalian mbok ya ndak usah neko-neko.
Posting Komentar