Keributan Wakil Walikota Madiun dan Kadiskominfo, Seyogianya Diselesaikan di Lapak UMKM Saja!
foto: surya.co.id |
Wakil Walikota Madiun Inda Raya dan Kepala Diskominfo Kota Madiun Noor Aflah ribut di sosial media, perdebatan dua pejabat publik ini berujung hingga pelaporan ke polisi, jika kalian berpikir hal yang demikian tidak layak dan seyogianya diselesaikan dengan cara yang arif nan bijaksana, sungguh itu pikiran yang aneh. Perisitiwa ini adalah momen penting, akhirnya kita melihat politisi Madiun adu argumen di sosial media, tidak hanya postang-posting pencitraan ala-ala laporan kerja itu.
Saya malah melihat momen ini sebagai sejarah kebangkitan intelektualitas Kota Madiun, ada perdebatan, ada adu gagasan, dan ini jauh lebih baik ketimbang tidak ada isu yang diperdebatkan dalam ranah publik. Kenapa baik? ya karena masyarakat kembali disadarkan bahwa perbedaan itu niscaya, keberagaman sudut pandang itu asyik dan menggembirakan, wong negara kita ini bhineka banget bos, wajar kalau perdebatan semacam ini muncul.
Sudah waktunya kita melihat momen semacam ini dengan kacamata yang luas, seluas-luasnya kalau perlu, agar tidak kaget kalau ada perbedaan dalam menilai dan melihat suatu momen. Dhe Warsito, warga sipil non power, melihat perdebatan ini sebagai bukti bahwa sedang ada krisis etika politik di Kota Madiun. Beda dengan Yu Paerah, nenek berbaju vintage ini malah bilang kalau peristiwa diatas—sedang menunjukkan kedewasaan politik pejabat publik Kota Madiun.
Mengenal Inda Raya
Jadi Wakil Walikota Madiun bukanlah tugas yang mudah, selain melakoni kerja-kerja kepemimpinan, pejabat seperti Bu Inda musti punya tugas administratif yang tebal dokumennya bikin ngeri. Kira-kira 3 tahun yang lalu, saya berkesempatan masuk ruang kerja beliau, mengetuk pintu dan melihat bagaimana wawali bekerja. Saya yang saat itu masih SMA hanya bisa mengernyitkan dahi, geleng-geleng heran, dan agak kaget dengan meja kerjanya.
Pertemuan siang itu sedang membahas kelanjutan kerja sama, kami ngobrolin banyak hal, mulai dari yang ndakik-ndakik hingga yang remeh temeh. Ingat betul sajian mamin yang ada di meja tamu, diambil langsung oleh Bu Inda dari kulkas ruang kerjanya. Kalau tidak salah ada beras kencur, donat, dan deretan kue kering, tentu semua sajian yang disuguhkan adalah produk UMKM Kota Madiun.
Bu Inda juga tercatat sebagai wakil walikota perempuan pertama di Kota Madiun, capaian yang bakal jadi legacy apik untuk anak cucunya. Sekali lagi, tak mudah menjadi pemimpin sekaligus seorang ibu, ada waktu yang harus dibagi, ada energi yang harus diforsir, dan tentu perlu pengorbanan yang tak mudah. Meski tidak sempurna dalam menjabat, banyak problematika dan kekeliruan, tidak salah kita mengapresiasi kinerja Bu Inda Raya.
Belajar dari Noor Aflah
Meski tidak kenal dekat dengan Pak Aflah, saya begitu kagum dengan kerja-kerja yang sudah ia lakoni. Pembacaan saya tentang beliau mungkin nampak sangat subjektif dan berpotensi besar untuk salah, tapi melihat bagaimana Diskominfo Kota Madiun bekerja di bawah nahkodanya, barangkali kok menunjukkan tren yang positif, hal-hal yang berbau digital di Pemkot Madiun jauh dari kata buruk.
Sebut saja madiuntoday, akun sosial media yang fokus memberikan berita positif dan inspiratif seputar Kota Madiun, terkelola dengan sangat apik, nampak dikerjakan oleh mereka yang profesional. Begitu juga dengan sosial media dan website Pemkot Madiun, meski beberapa kali kena hack, tapi apa-apa yang berbau komunikasi dan informatika di kota ini sungguh membahagikan, ciamik, dan jauh lebih baik.
Saya perlu belajar banyak dengan Pak Noor Aflah, perihal bagaimana menjadi leader dan mengatur rekan kerja agar tujuan bersama dapat terlaksana. Nada miring tentang beliau juga sering saya dengar, baik dari mereka yang terlibat di dalam, maupun sayup-sayup argumen di warkop pinggir jalan. Mudah saja saya tuliskan apa-apa yang menjadi keluhan, tapi buat apa juga?
Melihat Peristiwa dan Seharusnya
Saya diberkahi semesta untuk membaca perdebatannya terlebih dahulu, awalnya mengira perdebatan ini akan berhenti bak perang netizen pada umumnya, tak pernah terbayang perdebatannya sampai sejauh ini. Tentu bukan hal yang baru bagi pengguna twitter, adu bacot di aplikasi burung mah makanan sehari-hari bos.
Saya coba melihat perdebatan ini sebagai anak muda saja, cah nom yang cuma nongkrong, begadang, dan jarang sholat shubuh. Adu argumen menjadi hal yang lazim bagi anak muda ndakik-ndakik in society, tentu saat melihat perdebatan 2 pejabat publik ini, sa tidak kaget, justru malah bahagia. Jarang-jarang ada politisi Madiun yang adu argumen di sosial media.
Lalu seharusnya gimana? ya diselesaikan di warung kopi saja, atau biar agak skena dikit, tabayun di lapak UMKM. Kita ini sudah terlalu sering, dipertontonkan dengan masalah yang harusnya selesai di warung kopi, eh malah ruwet hingga jalur hukum. Sudah tahu ada masalah, eh malah diperbesar masalahnya. Ingin sekali menutup catatan ini dengan saran dan nasihat, tapi kok sepertinya tidak perlu, malah saya yang butuh saran dari beliau-beliau yang terlibat.
Posting Komentar