Madiun dan Kemelut Anak Muda Daerah
foto: thecolourofindonesia.com |
Madiun tidak sempurna tapi layak diperjuangkan, motto kerja medhioen.ae, top of mind akun media sosial Madiun, kanal media yang persisten memberikan informasi dan edukasi tentang Madiun. Inilah yang sedang diperjuangkan anak muda Madiun, mereka berproses untuk kebahagiaan, memberikan dampak lewat karya dan bidangnya masing-masing, bekerja dalam sunyi guna keberlangsungan hidup. Namun, ada satu hal yang saya yakini terbesit dalam benaknya, harapan akan Madiun yang jauh lebih baik, Madiun yang jauh lebih menyenangkan.
Saya mendengar, terlibat, dan merasakan mimpi-mimpi besar anak muda Madiun, tentang bagaimana mereka memantik harapan, mendiskusikan hal-hal besar dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Berkumpul dengan mereka membuat saya optimis, bahwa mimpi besar tentang Madiun masih layak diperjuangkan, meski kita semua tahu jalannya tak mudah, capek, lelah-letih, dan serba tidak enak. Tapi cinta mengikis semuanya. Mungkin jalan yang kami tempuh berbeda, kadang juga sering tak sependapat, saling tuduh dan curiga. Tapi soal mimpi Madiun yang jauh lebih baik, saya pikir kita sedang memperjuangkan hal yang sama.
Memang terkesan utopis, tak rasional untuk diwujudkan. Semacam judi dengan kemungkinan, ya yang namanya probabilitas hanya ada dua pilihan: berhasil dan gagal. Bersyukur jika tujuannya tercapai, setidaknya ada hal baik yang diberikan, ada keberdampakan yang dikontribusikan. Jikalaupun gagal ya wajib bersyukur, sebab dari kegagalan inilah kita belajar. Tak mudah memang, tapi hal baik perlu diperjuangkan. Kebaikan, keikhlasan, dan niat tulus— pasti menemukan jalannya masing-masing, cepat maupun lambat, hal baik akan sampai pada tujuan.
Media Online
Saya sempat berpikir untuk meninggalkan Madiun, baik secara jasmani maupun rohani. Terbesit juga untuk tidak memikirkan apapun tentangnya, bodo amat dengan apa saja yang sedang terjadi. Virus apatisme terhadap Madiun sering hadir menghantui, apalagi saat saya sedang merenung di Jogja, kota tempat saya merantau dan belajar. Daerah istimewa yang saya impikan dengan konsekuensi mutlak harus meninggalkan Madiun, mimpi-mimpi yang ditawarkan kota inilah yang menjadikan virus apatisme terhadap Madiun makin tebal. Namun, berjalannya waktu, hujan optimisme membasahi lubuk hati.
Dhidan Tomy, sahabat dekat sekaligus pemilik Madiunpedia, menelpon saya untuk kembali merawat yang telah lama mati, menghidupkan lagi website madiunpedia dengan berbagai tawaran. Saya menangkap mimpi besarnya, apa yang ingin diperjuangkan dengan wadah media online yang sebenarnya tidak skena ini. Tapi kembali lagi dengan pernyataan di atas, bahwa hal-hal baik layak untuk diperjuangkan, tujuan saya menerima tawaran dia juga tak muluk-muluk, saya hanya ingin merawat mimpi tentang Madiun yang jauh lebih baik, tak lupa karena ada duitnya, wkwkwk.
Kami berdua sepakat untuk memupuk lagi media online ini agar tetap hidup, tujuannya juga tak begitu jelas, kami hanya ingin menjemput kemungkinan-kemungkinan besar yang bakal terjadi dikemudian hari. Memang belum nampak apa saja potensi yang bisa kami manfaatkan (baca: eksploitasi), masih meraba-raba dan serba tak pasti. Tapi kembali menghidupi media online ini, menjadikan saya sebagai kontributor kembali belajar, bahwa tak mudah untuk mewujudkan mimpi, jalannya suram, cenderung terjal, dan menyakitkan.
Kami terus berproses, berjalan sesuai tugas dan tupoksi. Saya terus memproduksi naskah, entah baik atau buruk, bermutu maupun tidak bermutu, saya terus menulis apa saja yang ingin saya tulis. Mulai dari rekomendasi thrifting, makanan, skincare, wisata, dan kearifan lokal yang ada. Di tengah jalan, ada perubahan yang cukup signifikan, tapi tetap menyenangkan juga untuk dijalankan. Dhidan meminta saya untuk mengomentari gejala sosial yang ada di Madiun, dari permintaannya, saya mulai menulis opini jelek, cangkeman ngawur, dan esai tanpa solusi.
Merekap apa saja yang sedang terjadi di Madiun bukanlah hal baru, saya lama terlibat dengan kerja-kerja peradaban ini, wkwkkw. Sebelum mengulas peristiwa yang terjadi, untuk menentukan gejala sosial apa saja yang layak dicangkemi, saya biasa membaca 10 lebih judul berita. Hal yang terjadi selalu sama, fenomena sosial yang ada di Madiun cenderung berulang dari tahun ke tahun. Biasanya kabar kebakaran, perampokan, pemerkosaan, kecelakaan, dan gejala sosial yang lazim dirasakan masyarakat. Paling suka kalau ada berita tentang pejabat publik yang "terpleset", ini bakal jadi premis empuk untuk cangkeman.
Saya berusaha persisten menulis tiap minggu, inspirasi ini datang dari catatan pinggir milik Pak Goenawan Mohamad di Majalah Tempo. Kalau tidak salah beliau persisten menulis caping selama 48 tahun, sungguh ini pencapaian yang sulit dikalahkan, saya nggak yakin bisa selama itu untuk terus menulis. Kemarin bersua dengan Pak Goen, saya bertanya kenapa beliau akhirnya berhenti persisten menulis caping, jawabannya sederhana dan masuk akal, karena beliau tahu kapan harus berhenti dan hanya menulis sesekali. Ini semua soal umur saja, otak politik masih ada, tapi ototnya musti mulai kendur termakan usia.
Madiun Dream
Kemungkinan yang diharapkan akhirnya menemukan jalan, kami bertemu banyak kesempatan, ditawari banyak peluang dan kerja sama pengembangan. Menemukan jalan karena akhirnya ada naskah masuk, kalau tidak salah dari Ketua PMKRI Madiun, masih ingat betul dia mengulas permasalah pendidikan nasional, saya mengedit tulisannya dengan senang hati, merasakan akhirnya jalan baru terbuka, media online ini ternyata bisa menjadi tempat untuk anak Muda madiun mengeluh akan kondisi bangsanya.
Satu demi satu naskah masuk, tidak banyak memang, tapi saya selalu senang membaca tulisan kontributor, selain membawa uraian akan keresahan, dalam naskah yang mereka kirimkan, ada harapan besar akan masa depan yang jauh lebih menyenangkan. Ini yang menjadikan saya semangat untuk terus cangkeman, bahwa selalu ada wadah untuk berekspresi, merawat mimpi, dan kembali tersadarkan bahwa masih ada anak muda yang memikirkan nasib daerahnya.
Kami juga menemukan peluang baru, jalan yang tak pernah kami tuliskan. Inilah yang membuat saya makin yakin kalau hal baik akan menemukan jalannya. Keikhlasan, ketulusan dan semua bentuk pengabdian, musti menemukan muara yang tepat, kalau nggak ketemu dengan jalannya, berarti ya belum rejeki, gitu saja, ndak perlu ndakik-ndakik menyalahkan sana-sini. Saya tak hanya melihat semangat ini dalam madiunpedia, ada banyak voice yang sebenarnya sedang berjuang, mewujudkan hal yang sama. Hal itu adalah kebaikan dan keberdampakan.
Agustus 2023, kami membangun satu jembatan berjudul Madiun Voice Fest, sebuah agenda yang menuhankan suara, kolaborasi lintas komunitas guna meragukan Indonesia Emas, kami akan menyuarakan banyak hal, mulai dari pertanian, bisnis, kesehatan, pendidikan, dan sosial. Kami sadar, kami merasa tak layak untuk menyalahkan siapapun, daerah ini sudah sering sekali membangun tembok pembatas. Inilah waktunya kita membangun jembatan, menghubungkan perbedaan, dan memantik semangat perubahan. Tak mudah memang, tapi musti diperjuangkan.
Posting Komentar