Ojo Nangis Ndarboy Genk dan Kritik Sosial Politiknya.
Pernah nggak sih kamu mikir kalau Ojo Nangis sebenarnya nggak cuma soal patah hati asmara, tapi juga patah hati politik? Kebayang nggak kalau lagu ini pas banget buat menggambarkan nasib rakyat? Hla sopo sing nyongko? Pengkhianatan yang dirasakan Mas Denny pada lagu ini serasa mirip dengan apa yang kita alami saat anggota dewan menghilang setelah pemilihan.
Mbiyen Mbok Perjuangke, Saiki Mbok Sia-siake
Di bait pertama, Mas Denny langsung menyentil, “Mbiyen mbok perjuangke, saiki mbok sia-siake.” Persis banget dengan yang dilakukan para calon anggota dewan saat kampanye. Waktu kampanye, mereka mati-matian berjuang, kelihatan terus di acara lokal, mendadak rajin datang ke kenduri, bahkan Ngerasani harga minyak goreng yang naik.
Tapi, setelah kursi empuk DPRD didapat, perhatian mereka mendadak hilang entah kemana. Dulu waktu butuh suara rakyat, mereka ngeyel datang ke segala acara, sekarang? Rakyat cuma bisa ngopi sambil meratapi nasib. "Yoweslah, mending ngopi karo udud neng ngarepan" gumam warga yang merasa disia-siakan.
Aku Sing S’lalu Ono Pas Kowe Loro, Pas Kowe Durung Sopo-sopo
Lanjut ke lirik berikutnya, “Aku sing s’lalu ono pas kowe loro, pas kowe durung sopo-sopo,” yang bikin hati makin tersayat. Ini tuh ibarat rakyat yang setia mendampingi calon anggota dewan ketika mereka belum jadi siapa-siapa. Pas masih nyari-nyari simpati, rakyatlah yang setia memberikan dukungan. Mereka yakin, janji-janji manis itu akan ditepati.
Tapi apa yang terjadi? Setelah terpilih, anggota dewan yang dulu sibuk turun ke lapangan, sekarang malah sibuk di ruangan ber-AC. Dulu waktu mereka bukan siapa-siapa, kita ada buat mereka. Sekarang? Yawes mugo-mugo tenang disana mas.
Ojo Nangis, Sing Uwis Yo Uwis
Lirik ini nih yang paling menohok, “Ojo nangis seng uwis yo uwis.” Mas Denny seakan ngajarin kita buat ikhlas menerima kenyataan. Setelah mereka terpilih, ya kita mesti siap-siap kecewa. Janji yang dulu setinggi langit, sekarang cuma jadi kenangan pahit. Harapan yang dulu melambung, harus kita relakan kanthi Ikhlas ati.
Rakyat yang dulu berharap banyak, sekarang cuma bisa diam, ngelus dada. Janji yang dulu diumbar di masa kampanye, ya tinggal janji saja. Udah gitu, kita disuruh sabar dan terima nasib. “Ojo nangis, sing uwis yo uwis” adalah kode keras buat para pemilih. Ya, sudah lah, mau ngarep apa lagi dari orang yang udah menyakiti?
Sing Bubrah, Ben Bubrah
“Aku nyerah, seng bubrah ben bubrah.” Di sini, rakyat mulai angkat tangan. Uwes lah, aku nyerah! Lirik ini terasa seperti jeritan kita yang lelah menunggu janji-janji yang tak kunjung ditepati. Kekuasaan membuat mereka jauh dari rakyat. Ya udah, seng bubrah yowes ben bubrah.
Pemilu berikutnya? Bisa jadi kisah ini berulang. Ya siapa tau, kita lagi-lagi kepincut sama rayuan kampanye mereka. Mirip kayak hubungan yang putus nyambung, selama masih ada janji manis, ya bisa jadi kita bakal balik lagi.
Cukup Aku Kelaran-laran
Lirik “Cukup aku kelaran-laran” di akhir lagu terasa sangat nyess. Kalau dilihat dari kacamata sobat ambyar, ini lagu tentang cinta yang gagal. Tapi kalau kita maknai secara politik, ini adalah patah hati terbesar yang dirasakan rakyat. Janji-janji anggota dewan yang pernah disematkan di hati kita, kini hanya bisa diingat dengan getir.
Pada akhirnya, kita diminta untuk nggak menangisi keadaan, untuk tetap hidup seperti biasa. Ya sudah lah, mau ngarep janji dari yang udah nyakitin?, ya nggak mbois to, cah?
Asiroji Alamul. Mahasiswa Politik Pemerintahan UGM dan Aktivis Menyala
Posting Komentar